Jumat, 30 Desember 2011

manusia dan cinta kasih


Dua bukan satu. Ia memang berbeda. Orang bahkan memyebutnya bilangan prima. Dalam sejarah penciptaan, Bertambah banyaknya manusia di dunia, yang oleh penciptaNya menyebutnya bertambah banyak, penuhilah muka bumi seperti bintang di langit dan pasir di pantai (Kej; 1 : 28) hanya karena dua, ya karena dua orang manusia. Bukan satu atau pun tiga dan bukan yang lainnya. Dua memang prima.
Menurut cerita klasik, sebenarnya manusia terdiri dari satu pasang pada satu tubuh yang sama. Di dalam satu tubuh yang sama, terdapat dua jenis kelamin yang berbeda. Pria dan wanita. Konon katanya, sang dewa sangat marah karena tidak bisa bersaing dengan manusia. Dewa menjadi iri dan muncullah murka. Dewa yang berada di kahyangan terun ke bumi untuk membedah manusia menjadi bagiannya masing-masing. Pria sendiri dan wanita menjadi sendiri.
Dalam perjalanan hidupnya manusia, yang telah dipaksa pisah sendiri-sendiri oleh dewa berusaha untuk menyatukan kembali. Hanya satu bentuk tidak nyata di dunia ini yang bisa menyatukan manusia.
Bentuk yang bisa menyatukan manusia itu, bagaikan hukum kekekalan energi. Tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, bahkan kecanggihan teknologi di era digital sekarang tidak dapat merumuskan dan menjadikannya penemuan paling mutakhir sepanjang sejarah peradaban manusia. Dia hanya bisa dijelaskan melalui perasaan. Munculnya unsur tersebut semacam “shock effect” pada ajaran Almasih. Mengejutkan dan tanpa disangkah-sangka.
Secara normal manusia yang terdiri dari dua sisi yang berbeda. Secara fisika dalam bahasan mengenai magnetik, terdiri dari dua kutub yakni positif dan negatif. Pada ilmu kimia dalam topik mengenai atom menjelaskan tentang proton dan neutron, tetapi secara insani bahasa indonesia menjelaskannya sebagai kodrati yang terdiri atas pria dan wanita, laki-laki dan perempuan.
Mungkin dari semua yang membacanya ada yang sudah paham dengan maksud ini. Mungkin juga sebagian yang belum paham dengan maksudku ini. Tak apalah karena kita diciptakan berbeda dan kita harus mensyukuri itu sebab perbedaan kita telah membuat dunia menjadi berbeda dengan cara pandang kita masing-masing dari sisi berbeda. Meminjam kata-kata yang kurang aku ketahui sumbernya (karena saya membaca dari binder teman saya dan dia tidak pernah menulis tentang sumbernya) “Aku hanyalah setitik embun di lautan luas, tapi tanpa setitik embun itu lautan takan pernah penuh.” Matematika mejelaskan bahwa garis berasal dari pertemuan titik-titik. Memang semua berawal dari satu. Entah apa saja. Bahkan manusia berawal dari dua sebagai prima yang dipersatukan.
Semua yang berada di dunia ini bersumber dari yang satu dan sama, serta bermuara pada yang satu dan sama itu. Manusia hadir di dunia karena adanya sumber dan muara yang sama itu, yakni; CINTA. Segala ajaran tentang perikemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM) terinspirasi dari pergolakan manusia akan rasa dalam dadanya. Perasaan saling mengasihi atau cinta kasih. Yang secara alkitabiah dalam perjanjian baru dijelaskan untuk mengasihi sesama kita skalipu ia musuh kita.(Mat; 5 : 43-44)
Kita sering mendenga kalimat “The first love is very beautiful” atau dapat di indonesiakan menjadi “cinta pertama sangat indah.” Oleh karena keindahannya itu, cinta menjadi buah bibir. Kita berteriak-teriak menuntut kasih sayang, menyanjung-nyanjung kasih sayang bahkan menangisi kasih sayang. Lebih kompleks lagi kita sering meng-keramatkan salah satu tanggal setiap tahunnya sebagai hari kasih sayang, ironis memang. Orang berburu berbagai pernak-pernik merah muda. Coklat yang ada di minimarket terdekatpun harus kehabisan stok. Sadarkah kita bahwa ketika kita berteriak menuntut, menangis akan cinta. Adakah kita telah melakukan hal cinta kasih kepada orang lain. Adakah seribu rupiah dari lima puluh ribu rupiah untuk harga sebatang coklat ataupun sebuah boneka beruang pink itu telah membuat orang yang susah merasa ada cinta kasih dari kita. Kita cenderung mencintai untuk balasan yang setimpal dengan cinta(cinta eros). Egoisme telah merasuk nubari kita yang katanya tempat bersemedinya cinta itu.
Dalam sejarahnya, umat manusia selalu melakukan pengejaran akan cinta kasih dengan pola-pola keberhasilan dan kegagalan yang tak terhitung banyaknya. Sebab dasar manusia adalah Cinta kasih. Inilah kenyataan. Terjadinya manusia karena cinta dan untuk cinta. Manusia dapat berlangsung hidup hanya karena cinta kasih. Pada kenyataanya banyak salah tafsir tentang cinta kasih. Dengan mencoba menghapus salah tafsir itu dan menunjukan arti sebenarnya tentang cinta kasih dan menolong orang supaya berjalan pada jalan kebenaran yakni cinta kasih.
Dewasa ini manusia tidak mengerti bagaimana mempraktekkan cintah kasih. Mereka melakukan cinta kasih tetapi sebenarnya hanya sekedar cinta pada diri sendiri. Banyak orang berhenti di tengah jalan menuju cinta kasih karena tergoda oleh hayalan yang menyesatkan arti cinta kasih, seperti beberapa hal berikut ini :
Bilamana kita terharu dan menitikan air mata meihat kesedihan besar, sebenarnya itu bukan cinta kasih. Itu hanya karena kita manusia perasa.
Bilamana kita kagum akan seorang yang tenang dan perkasa atau melihat seseorang yang menggiurkan, bilamana kita lupa daratan karena godaannya, nah, itu bukan cinta kasih. Justru itu menandakan bahwa kita kalah.
Bilamana kita bingung melihat orang yang cantik atau ganteng dan menganggap kecantikan atau kegantengan itu sebagai hiburan. Kita dekat dengan setan, sahabatnya dosa yang bermukim di neraka.
Cinta kasih adalah pelajaran yang pertama dan utama yang akan mengajarkan kita kebajikan menuju jalan keselamatan. Karena tanpa cinta kasih tidak ada yang menjamin kemerdekaan dan kebebasan kita sebagai makhluk hidup yang paling mulia. Sudahkah kita berbuat cinta kasih bagi orang di sekeliling kita??? Atau kita mencibir melihat sesama yang menderita?? Mungkin tertawa dengan kemalangan seseorang?? Sekali lagi hal mendasar adanya jagat raya beserta isinya adalah cinta kasih, oleh karena itu berlakulah cinta kasih untuk setiap orang agar hidup kita bertaburan aroma cinta yang mewangi. Tebarkan virus cinta kasih ke sekeliling kita dimana pun kita berada. Untuk meneutupi refleksi ini, saya meminjam sebuah adegium Latin “Ama Et Fac Quod Vis
sumber : http://muda.kompasiana.com/2011/11/03/memahami-cinta-kasih-sebagai-hal-yang-terutama/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar