Jumat, 30 Desember 2011

Konsep Ilmu budaya

Definisi Konsep Budaya dalam Kajian Budaya (Cultural Studies)  Kajian disiplin ilmu lain telah terlebih dahulu mendefinisikan istilah budaya (culture) yang dimasukkan ke dalam konsep masing-masing disiplin humaniora dan sosial, seperti antropologi, sosiologi, politik, ekonomi dan seterusnya. Koentjaraningrat memberikan definisi budaya sebagai sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990: 180). Dan, James Spradley nampaknya hampir sependapat dengan Koentjaraningrat. Ia mengatakan budaya merupakan sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang kemudian mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekelilingnya, sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekitar.  Lebih khusus, dalam terminologi disiplin Kajian Budaya (Cultural Studies) menyajikan bentuk kritis atas definisi budaya yang mengarah pada “the complex everyday world we all encounter and through which all move” (Edgar, 1999: 102). Budaya secara luas adalah proses kehidupan sehari-hari manusia dalam skala umum, mulai dari tindakan hingga cara berpikir, sebagaimana konsep budaya yang dijabarkan oleh Kluckhohn. Pengertian ini didukung juga oleh Clifford Geertz, kebudayaan didefinisikan serangkaian aturan-aturan, resep-resep, rencana-rencana dan petunjuk-petunjuk yang digunakan manusia untuk mengatur tingkah lakunya.  Dalam kajian budaya atau Cultural Studies (CS), konsep budaya dapat dipahami seiring dengan perubahan perilaku dan struktur masyarakat di Eropa pada abad ke-19. Perubahan ini atas dampak dari pengaruh teknologi yang berkembang pesat. Istilah budaya sendiri merupakan kajian komprehensif dalam pengertiannya menganalisa suatu obyek kajian. Contohnya, selain ada antropologi budaya juga dikaji dalam studi Sosiologi, Sejarah, Etnografi, Kritik Sastra bahkan juga Sosiobiologi.  Fokus studi kajian budaya (CS) ini adalah pada aspek relasi budaya dan kekuasaan yang dapat dilihat dalam budaya pop. Di dalam tradisi Kajian Budaya di Inggris yang diwarisi oleh Raymonds Williams, Hoggarts, dan Stuart Hall, menilai konsep budaya atau “culture” (dalam bahasa Inggris) merpakan hal yang paling rumit diartikan sehingga bagi mereka konsep tersebut disebut sebuah alat bantu yang kurang lebih memiliki nilai guna.  Williams mendefinisikan konsep budaya menggunakan pendekatan universal, yaitu konsep budaya mengacu pada makna-makna bersama. Makna ini terpusat pada makna sehari-hari: nilai, benda-benda material/simbolis, norma. Kebudayaan adalah pengalaman dalam hidup sehari-hari: berbagai teks, praktik, dan makna semua orang dalam menjalani hidup mereka (Barker, 2005: 50-55). Kebudayaan yang didefinisikan oleh Williams lebih dekat ‘budaya’ sebagai keseluruhan cara hidup.  Sebab ia menganjurkan agar kebudayaan diselidiki dalam beberapa term. Pertama, institusi-institusi yang memproduksi kesenian dan kebudayaan. Kedua, formasi-formasi pendidikan, gerakan, dan faksi-faksi dalam produksi kebudayaan. Ketiga, bentuk-bentuk produksi, termasuk segala manifestasinya. Keempat, identifikasi dan bentuk-bentuk kebudayaan, termasuk kekhususan produk-produk kebudayaan, tujuan-tujuan estetisnya. Kelima, reproduksinya dalam perjalanan ruang dan waktu. Dan keenam, cara pengorganisasiannya.  Jika dibandingkan dengan pendapat John Storey, konsep budaya lebih diartikan sebagai secara politis ketimbang estetis. Dan Storey beranggapan ‘budaya’ yang dipakai dalam CS ini bukanlah konsep budaya seperti yang didefinisikan dalam kajian lain sebagai objek keadiluhungan estetis (‘seni tinggi’) atau sebuah proses perkembangan estetik, intelektual, dan spritual, melainkan budaya sebagai teks dan praktik hidup sehari-hari (Storey, ­­2007: 2). Dalam hal ini nampaknya Storey setuju dengan definisi ‘budaya’ menurut Raymonds Williams, lain halnya dengan Stuart Hall yang lebih menekankan ‘budaya’ pada ranah politik.  To say that two people belong to the same culture is to say that they interpret the world in roughly the same ways and can express themselves, their thoughts and feelings about the world, in ways which will be understood by each other. Thus culture depends on its participants interpreting meaningfully what is happening around them, and `making sense’ of the world, in broadly similar ways.  (Hall, 1997: 2)  Dan, menurut Bennet istilah culture digunakan sebagai payung istilah (umbrella term) yang merujuk pada semua aktivitas dan praktek-praktek yang menghasilkan pemahaman (sense) atau makna (meaning). Baginya budaya berarti :  “Kebiasaan dan ritual yang mengatur dan menetukan hubungan sosial kita berdasarkan kehidupan sehari-hari sebagaimana halnya dengan teks-teks tersebut-sastra, musik, televisi, dan film-dan melalui kebiasaan serta ritual tersebut dunia sosial dan natural ditampilkan kembali atau ditandai-dimaknai-dengan cara tertentu yang sesuai dengan konvensi tertentu.”

Manusia Dan Keindahan

Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sifat Allah ini ternyata mengalir deras ke tubuh dan jiwa manusia. Tak ada satu pun manusia yang tidak suka dengan keindahan. Dalam tulisan ini saya membagi keindahan menjadi dua: keindahan secara fisik dan keindahan secara rohani. Keindahan keduanya sama-sama disukai oleh Allah dan manusia.
Dalam keindahan fisik, manusia yang berjenis kelamin pria menyukai wanita yang berpenampilan indah (cantik dan seksi). Sebaliknya manusia yang berjenis kelamin wanita menyukai pria yang berpenampilan indah (gagah dan ganteng). Jika ada suami yang tidak suka melihat istrinya yang cantik, kemungkinan besar dia sedang ada konflik, sehingga keindahan yang ada pada istrinya yang memang benar-benar cantik tertutup oleh emosi dan kejengkelan. Makanya agar keindahan itu ada terus dan tidak lenyap, hilangkan konflik, emosi, dan kejengkelan.
Manusia suka rekreasi ke taman bunga ingin melihat aneka bunga yang tumbuh mekar, indah, dan harum semerbak mewangi. Manusia ternyata bukan hanya suka dengan bunga yang ada di taman, tetapi juga yang ada di bank, yakni bunga bank yang jumlahnya ratusan juta bahkan miliaran dan triliunan rupiah. Semakin besar jumlah bunga bank, semakin besar pula kesukaannya.
Tadi disebutkan manusia senang dengan keindahan bunga yang harum semerbak mewangi. Dengan wewangian, manusia suka. Kalau kita menghadiri acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad di kampung-kampung, biasanya salah seorang panitia menyemprotkan minyak wangi ke baju peserta yang hadir. Kenapa hal itu dilakukan? Karena semasa hidupnya Nabi Muhammad suka dengan wewangian. Semasa hidupnya, Nabi Muhammad tidak pernah lepas dari minyak wangi. Tak heran kalau Nabi selalu harum mewangi, lebih-lebih perangai dan akhlaknya.
Manusia juga suka dengan keindahan seni, baik seni lukis, seni membaca Al-Qur’an, seni kaligrafi, dan seni lainnya. Kalau shalat di masjid atau mushalla tertentu, kita suka melihat sekaligus mengagumi keindahan kaligrafi yang menghiasi dinding-dinding  masjid atau mushalla yang tersusun dengan baik, rapi, dan serasi.
Namun saya pernah melihat di masjid dan mushalla yang dindingnya dihiasi dengan seni kaligrafi yang acak-acakan dan jauh dari indah. Hal itu sangat disayangkan. Kalau memang menyadari tidak punya keahlian dalam menulis kaligrafi yang baik dan indah, mbokya diserahkan kepada ahlinya. “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya,” Hadis Nabi.
Manusia juga suka dengan lingkungan yang tertata dengan baik dan indah, baik yang ada di lingkungan rumah tangga maupun di masyarakat. Tak heran kalau sang istri di rumah berupaya sedemikian rupa agar rumahnya tampak rapi dan indah, tidak berantakan. Demikian pula pengurus RT/RW berupaya agar lingkungannya indah, bersih, serta tidak kotor dan jorok.
Dalam keindahan rohani, manusia suka dengan orang-orang yang bila bicara, tutur katanya indah, sopan, tidak menyinggung dan menyakiti lawan bicaranya. Dia tidak pernah bicara kecuali dengan perkataan yang indah, baik, jujur, lemah lembut, dan menyenangkan lawan bicaranya. Ini sesuai dengan Hadiss Nabi, “Barang siapa yang pecaya kepada Allah dan hari akhir, maka bicaralah yang baik atau kalau tidak bisa, diam saja.”
Manusia juga suka dengan orang-orang yang memiliki sikap, tingkah laku, dan akhlak yang indah. Keindahan akhlak seseorang akan menciptakan keindahan dan kedamaian, baik di dalam rumah tangga, masyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Kita sering menyaksikan slogan yang berbunyi, “Damai itu Indah.”  Semoga kita termasuk orang yang menyukai keindahan, memiliki tutur kata,
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2011/08/09/allah-dan-manusia-suka-keindahan/

manusia dan kebudayaan

Paling indonesia? Suatu tema yang sangat menarik bagi saya,jika berbicara negara kita, Indonesia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu Indus yang berarti “Hindia” dan kata dalam bahasa Yunani nesos yang berarti “pulau”. Jadi, kata Indonesia berarti wilayah Hindia kepulauan, atau kepulauan yang berada di Hindia. Indonesia yang merupakan negara kepulauan secara geografis memiliki karakteristik yang berbeda di setiap tempatnya atau wilayah satu sama lain. Wilayah geografis ini mempengaruhi karakteristik manusia yang mendiami wilayah tersebut tak ayal jika negara Indonesia memiliki rakyat yang beraneka ragam suku dan budaya yang menjadi aset berharga bagi bangsa Indonesia.
Dengan masyarakat yang heterogen bukan menjadikan masyarakat yang bersifat etnosentrisme yang menjurus kepada kehidupan yang bersifat individualistis. Justru, dengan masyarakat majemuk yang multikultural menjadikan bangsa Indonesia yang kokoh, tidak tercerai-berai. Meskipun hambatan-hambatan itu muncul yang menjurus pada suatu konflik yang muncul ke permukaan baik dalam tataran sosial,ekonomi, budaya, politik maupun lainnya, tidak menjadikan suatu diintegrasi terhadap negara ini. Dengan semboyannya “bhineka tunggal ika” bukan hanya sekedar semboyan melainkan memilki filosofi yang mendalam.
Dari berbagai suku itu memiliki nilai tradisional yang bisa mendorong pembangun, pertama nilai budaya kita yang berorientasi vertikal ke arah atasan. Selain memiliki aspek negatif juga memiliki aspek positif, aspek positif dari nilai budaya itu ialah ia dapat memudahkan taktik untuk mengajak rakyat berpartisipasi dalam pembangunan dengan cari memberi contoh. Asalkan banyak pembesar dan pemimpin yang mau hidup sederhana dan hemat, maka rakyat bawahannya akan turut hidup sederhana dan hemat; asal banyak pembesar dan pemimpin mau hidup ketat berdisiplin, mentaati hukum dan aturan-aturan, maka rakyat dibawahnya akan hidup ketat berdisiplin, mentaati hukum dan peraturan juga.
Sifat mentalitas lain dari nilai budaya suku bangsa yaitu memuji sifat ‘tahan penderitaan’ . ada suatu sifat positif yang lain dari mentalitas kita (terutama suku jawa) konsepsi itu mewajibkan kepada kita untuk tetap berikhtiyar walaupun hidup itu mewajibkan pada hakekatnya harus dialami sebagai suatu masa ujian yang penuh penderitaan, agar penderitaan hidup diperbaiki. Walaupun konsepsi ikhtiyar sudah ada sejak zaman dahulu. Sehingga dapat kita lihat bagaimana etos kerja orang jawa itu sangat tinggi.
Sifat mental kita yang lain yang bersifat positif adalah (terutama yang berasal dari suku bangsa jawa) untuk bersikap toleran terhadap pendirian-pendirian lain. Tentunya selama pendirian lain itu tidak menggangu sendi-dendi kehidupan kita. Maka pendirian itu kita biarkan hidup dan kita usahakan tidak untuk memeranginya atau membasminya. Suatu sifat mental seperti itu amat penting untuk disebarluaskan kepada generasi anak-anak kita, guna kebahagiaan mereka dalam masa yang akan datang, apabila mereka nanti harus hidup dalam suatu masyarakat majemuk seperti masyarakat bangsa Indonesia ini.
Akhirnya, suatu sifat positif dalam mentalitas kita (dari semua suku bangsa ) adalah konsep yang merupakan salah satu unsur dalam nilai gotong-royong. Unsur itu sebenarnya suatu tema berpikir ‘bahwa manusia tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi dikelilingi oleh sistem sosial dari komunitas dan masyarakat sekitarnya’. Suatu tema cara berpikir seperti itu membawa suatu rasa keamanan nuarani yang amat dalam, karena pada latar belakang dari pikiran kita ada bayangan bahwa dalam keadaan malapetaka dan bencana pasti ada saja yang membantu kita. Jepang berhasil membangun dengan tetap memelihara nilai-nilai gotong royongnya di dukung dengan keseragaman budaya dan bahasa Jepang sehingga berhasil menuju negara yang maju dalam pembangunan.
Disinilah letak ciri khas bangsa indonesia yang berbeda dengan jepang, dengan masyarakat yang majemuk yang beragam suku bangsa yang memiliki nilai-nilai budaya luhur tersendiri yang disatukan dalam satu semboyan bhineka tunggal ika yang menjadikan ‘paling indonesia’ dengan nilai-nilai tersebut bukan menjadikan penghambat dalam pembangunan justru sebagai faktor pendorong dalam membangun negeri ini, sehingga nilai-nilai seperti itu harus tetap dipelihara sebagai suatu sistem.
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/20/aneka-warna-manusia-dan-kebudayaan-indonesia-dalam-pembangunan-inilah-indonesia-ku/

manusia dan penderitaan

Selagi manusia masih memiliki keinginan dan kemelekatan kepada sesuatu dalam hidupnya. Selama itu pula ketidakpuasan, kekecewaan, dan sakit hati, akan mengiring manusia menuju kepada penderitaan.
#
Itulah sebabnya. Mengapa dulu para bijak rela meninggalkan keduniawian untuk mengembara. Luasnya semesta adalah sebagai rumah. Bumi adalah lantainya dan langit dijadikan atapnya.
Mereka bebas lepas ke manapun melangkah. Hanya dengan bekal seadanya dan pakaian yang melekat. Tidak memikirkan hari esok. Itu adalah cara untuk melepaskan keinginan dan kemelekatan.
Tentu saja hidup pada kekinian tidak mutlak bisa seperti itu. Inti pengajarannya adalah melepaskan keinginan dan tidak melekat kepada sesuatu hal.
Itulah dikatakan semua yang kita miliki hanya titipan. Bahwa segala yang berbentuk fana adanya. Bahkan tubuh kita adalah palsu adanya.
Kekayaan, kemasyuran, kedudukan, dan apa yang kita miliki semuanya adalah semu. Bukan sesuatu yang abadi.
Bila hidup kita selalu melekat pada semua itu secara berlebihan, maka selalu ada keinginan untuk mendapatkannya.
Tetapi kenyataannya, tidak semua yang kita inginkan akan tercapai.
Pada akhirnya akan timbul ketidakpuasan, kekecewaan, dan sakit hati. Ujung-ujungnya mendatangkan penderitaan demi penderitaan.
Dunia adalah lautan manusia yang masih memiliki segala keinginan. Untuk tidak tenggelam dalam penderitaan yang berkepanjangan. Membebaskan diri dari keinginan dan kemelekatan adalah pilihan terbaik.
Namun masalah besarnya, kehidupan keduniawian mengajarkan kita untuk hidup dalam keinginan dan kemelekatan. Bukan hanya sekadar hidup di dalam keinginan dan kemelekatan. Tapi diiming-iming untuk mengejarnya.
Tak heran manusia jadi berlomba-lomba menjejar kekayaan, kemasyuran, dan kedudukan. Dengan nafsu keinginan, sehingga cara apapun dilakukan.
Setelah tercapai semua keinginan itu. Apakah manusia menjadi puas dan bahagia? Bisa jadi. Tapi hanya sementara. Karena masih selalu ada ketidakpuasan, kekecewaan, dan sakit hati.
Apapun keinginan manusia. Bila tercapai dan melekat padanya. Tetap saja tidak akan membebaskan dirinya dari penderitaan. Bisa membebaskan diri dari keinginan dan kemelekatan, pastinya itulah jalan menuju kebahagiaan.
Kapan bisa mencapainya? Duuuh, mesti berpikir keras dan merenung dalam-dalam nih.
sumber : http://filsafat.kompasiana.com/2011/11/15/ketidakpuasan-kekecewaan-sakit-hati-dan-penderitaan/

manusia dan cinta kasih


Dua bukan satu. Ia memang berbeda. Orang bahkan memyebutnya bilangan prima. Dalam sejarah penciptaan, Bertambah banyaknya manusia di dunia, yang oleh penciptaNya menyebutnya bertambah banyak, penuhilah muka bumi seperti bintang di langit dan pasir di pantai (Kej; 1 : 28) hanya karena dua, ya karena dua orang manusia. Bukan satu atau pun tiga dan bukan yang lainnya. Dua memang prima.
Menurut cerita klasik, sebenarnya manusia terdiri dari satu pasang pada satu tubuh yang sama. Di dalam satu tubuh yang sama, terdapat dua jenis kelamin yang berbeda. Pria dan wanita. Konon katanya, sang dewa sangat marah karena tidak bisa bersaing dengan manusia. Dewa menjadi iri dan muncullah murka. Dewa yang berada di kahyangan terun ke bumi untuk membedah manusia menjadi bagiannya masing-masing. Pria sendiri dan wanita menjadi sendiri.
Dalam perjalanan hidupnya manusia, yang telah dipaksa pisah sendiri-sendiri oleh dewa berusaha untuk menyatukan kembali. Hanya satu bentuk tidak nyata di dunia ini yang bisa menyatukan manusia.
Bentuk yang bisa menyatukan manusia itu, bagaikan hukum kekekalan energi. Tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, bahkan kecanggihan teknologi di era digital sekarang tidak dapat merumuskan dan menjadikannya penemuan paling mutakhir sepanjang sejarah peradaban manusia. Dia hanya bisa dijelaskan melalui perasaan. Munculnya unsur tersebut semacam “shock effect” pada ajaran Almasih. Mengejutkan dan tanpa disangkah-sangka.
Secara normal manusia yang terdiri dari dua sisi yang berbeda. Secara fisika dalam bahasan mengenai magnetik, terdiri dari dua kutub yakni positif dan negatif. Pada ilmu kimia dalam topik mengenai atom menjelaskan tentang proton dan neutron, tetapi secara insani bahasa indonesia menjelaskannya sebagai kodrati yang terdiri atas pria dan wanita, laki-laki dan perempuan.
Mungkin dari semua yang membacanya ada yang sudah paham dengan maksud ini. Mungkin juga sebagian yang belum paham dengan maksudku ini. Tak apalah karena kita diciptakan berbeda dan kita harus mensyukuri itu sebab perbedaan kita telah membuat dunia menjadi berbeda dengan cara pandang kita masing-masing dari sisi berbeda. Meminjam kata-kata yang kurang aku ketahui sumbernya (karena saya membaca dari binder teman saya dan dia tidak pernah menulis tentang sumbernya) “Aku hanyalah setitik embun di lautan luas, tapi tanpa setitik embun itu lautan takan pernah penuh.” Matematika mejelaskan bahwa garis berasal dari pertemuan titik-titik. Memang semua berawal dari satu. Entah apa saja. Bahkan manusia berawal dari dua sebagai prima yang dipersatukan.
Semua yang berada di dunia ini bersumber dari yang satu dan sama, serta bermuara pada yang satu dan sama itu. Manusia hadir di dunia karena adanya sumber dan muara yang sama itu, yakni; CINTA. Segala ajaran tentang perikemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM) terinspirasi dari pergolakan manusia akan rasa dalam dadanya. Perasaan saling mengasihi atau cinta kasih. Yang secara alkitabiah dalam perjanjian baru dijelaskan untuk mengasihi sesama kita skalipu ia musuh kita.(Mat; 5 : 43-44)
Kita sering mendenga kalimat “The first love is very beautiful” atau dapat di indonesiakan menjadi “cinta pertama sangat indah.” Oleh karena keindahannya itu, cinta menjadi buah bibir. Kita berteriak-teriak menuntut kasih sayang, menyanjung-nyanjung kasih sayang bahkan menangisi kasih sayang. Lebih kompleks lagi kita sering meng-keramatkan salah satu tanggal setiap tahunnya sebagai hari kasih sayang, ironis memang. Orang berburu berbagai pernak-pernik merah muda. Coklat yang ada di minimarket terdekatpun harus kehabisan stok. Sadarkah kita bahwa ketika kita berteriak menuntut, menangis akan cinta. Adakah kita telah melakukan hal cinta kasih kepada orang lain. Adakah seribu rupiah dari lima puluh ribu rupiah untuk harga sebatang coklat ataupun sebuah boneka beruang pink itu telah membuat orang yang susah merasa ada cinta kasih dari kita. Kita cenderung mencintai untuk balasan yang setimpal dengan cinta(cinta eros). Egoisme telah merasuk nubari kita yang katanya tempat bersemedinya cinta itu.
Dalam sejarahnya, umat manusia selalu melakukan pengejaran akan cinta kasih dengan pola-pola keberhasilan dan kegagalan yang tak terhitung banyaknya. Sebab dasar manusia adalah Cinta kasih. Inilah kenyataan. Terjadinya manusia karena cinta dan untuk cinta. Manusia dapat berlangsung hidup hanya karena cinta kasih. Pada kenyataanya banyak salah tafsir tentang cinta kasih. Dengan mencoba menghapus salah tafsir itu dan menunjukan arti sebenarnya tentang cinta kasih dan menolong orang supaya berjalan pada jalan kebenaran yakni cinta kasih.
Dewasa ini manusia tidak mengerti bagaimana mempraktekkan cintah kasih. Mereka melakukan cinta kasih tetapi sebenarnya hanya sekedar cinta pada diri sendiri. Banyak orang berhenti di tengah jalan menuju cinta kasih karena tergoda oleh hayalan yang menyesatkan arti cinta kasih, seperti beberapa hal berikut ini :
Bilamana kita terharu dan menitikan air mata meihat kesedihan besar, sebenarnya itu bukan cinta kasih. Itu hanya karena kita manusia perasa.
Bilamana kita kagum akan seorang yang tenang dan perkasa atau melihat seseorang yang menggiurkan, bilamana kita lupa daratan karena godaannya, nah, itu bukan cinta kasih. Justru itu menandakan bahwa kita kalah.
Bilamana kita bingung melihat orang yang cantik atau ganteng dan menganggap kecantikan atau kegantengan itu sebagai hiburan. Kita dekat dengan setan, sahabatnya dosa yang bermukim di neraka.
Cinta kasih adalah pelajaran yang pertama dan utama yang akan mengajarkan kita kebajikan menuju jalan keselamatan. Karena tanpa cinta kasih tidak ada yang menjamin kemerdekaan dan kebebasan kita sebagai makhluk hidup yang paling mulia. Sudahkah kita berbuat cinta kasih bagi orang di sekeliling kita??? Atau kita mencibir melihat sesama yang menderita?? Mungkin tertawa dengan kemalangan seseorang?? Sekali lagi hal mendasar adanya jagat raya beserta isinya adalah cinta kasih, oleh karena itu berlakulah cinta kasih untuk setiap orang agar hidup kita bertaburan aroma cinta yang mewangi. Tebarkan virus cinta kasih ke sekeliling kita dimana pun kita berada. Untuk meneutupi refleksi ini, saya meminjam sebuah adegium Latin “Ama Et Fac Quod Vis
sumber : http://muda.kompasiana.com/2011/11/03/memahami-cinta-kasih-sebagai-hal-yang-terutama/

Manusia dan keadilan

Dalam hidupdan kehidupan, setiap manusia dalam melakukan aktifitasnya pasti pernah menemukan perlakuan yang tidak adil atau bahkan sebaliknya, melakukan hal yang tidak adil. Dimana pada setiap diri manusia pasti terdapat dorongan atau keinginan untuk berbuat kebaikan “jujur”. Tetapi terkadang untuk melakukan kejujuran sangatlah tidak mudah dan selalui dibenturkan oleh permasalahan – permasalahan dan kendala yang dihadapinya yang kesemuanya disebabkan oleh berbagai sebab, seperti keadaan atau situasi, permasalahan teknis hingga bahkan sikap moral.
Dampak positif dari keadilan itu sendiri dapat membuahkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi. Karena ketika seseorang mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang tersebut akan mencoba untuk bertanya atau melalukan perlawanan “protes” dengan caranya sendiri. Nah… cara itulah yang dapat menimbulkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi seperti demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apabun hingga bahkan membalasnya dengan berdusta dan melakukan kecurangan.
Keadilan adalah pengakuan atas perbuatan yang seimbang, pengakuan secara kata dan sikap antara hak dan kewajiban. Setiap dari kita “manusia” memiliki itu “hak dan kewajiban”, dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri.
Keadilan pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan. Menurut Aristoteles, keadilan akan dapat terwujud jika hal – hal yang sama diperlakukan secara sama dan sebaliknya, hal – hal yang tidak semestinya diperlakukan tidak semestinya pula. Dimana keadilan memiliki cirri antara lain ; tidak memihak, seimbang dan melihat segalanya sesuai dengan proporsinya baik secara hak dan kewajiban dan sebanding dengan moralitas. Arti moralitas disini adalah sama antara perbuatan yang dilakukan dan ganjaran yang diterimanya. Dengan kata lain keadilan itu sendiri dapat bersifat hokum.
Keadilan itu sendiri memiliki sifat yang bersebrangan dengan dusta atau kecurangan. Dimana kecurangan sangat identik dengan perbuatan yang tidak baik dan tidak jujur. Atau dengan kata lain apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang dilakukan.
Kecurangan pada dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang tersebut menjadi serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit untuk membedakan antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi moralitas.
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kecurangan antara lain ;
1.   Faktor ekonomi. Setiap berhak hidup layah dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai mahluk lemah, tempat salah dan dosa, sangat rentan sekali dengan hal – hal pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan pikirkan. Menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan semu tanpa melihat orang lain disekelilingnya.
2.   Faktor Peradaban dan Kebudayaan sangat mempengaruhi dari sikapdan mentalitas individu yang terdapat didalamnya “system kebudayaan” meski terkadang halini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang membutuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani hamper pada setiapindividu didalamnya sehingga sangat sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakan keadilan.
3.   Teknis. Hal ini juga sangat dapat menentukan arah kebijakan bahkan keadilan itu sendiri. Terkadang untuk dapat bersikapadil,kita pun mengedepankan aspek perasaan atau kekeluargaan sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan. Atau bahkan mempertahankan keadilan kita sendiri harus bersikap salah dan berkata bohong agar tidak melukai perasaan orang lain. Dengan kata lian kita sebagai bangsa timur yang sangat sopan dan santun.
4.   dan lain sebagainya.
Keadilan dan kecurangaan atau ketidakadilan tidak akan dapat berjalan dalam waktu bersamaan karena kedua sangat bertolak belakang dan berseberangan.
sumber : http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/28/manusia-dan-keadilan/